Mengapa Harus Berteriak?
April 20, 2012
Suatu
hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya, “Mengapa ketika
seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara
kuat atau berteriak?”
Setelah berpikir cukup lama, seorang murid mengangkat tangan
hendak menjawab. Guru pun mempersilakan dia menjawab. Kata murid itu,
“Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran.”
Sang guru balik bertanya, “Bukankah lawan bicaranya berada di
sampingnya? Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara
secara halus?”
Para murid terdiam. Hampir semuanya telah memberikan alasan yang
mereka kira benar. Tetapi sang guru sepertinya belum terpuaskan oleh
salah satu jawaban dari murid-muridnya. Menyadari kebuntuan ini, sang
guru kemudian berkata, “Ketika dua orang sedang dalam situasi kemarahan,
jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh, meskipun secara
fisik mereka begitu dekat.”
“Tetapi anehnya,” sang guru melanjutkan, “Semakin keras mereka
berteriak, semakin mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati
yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi.”
Para murid semakin tenggelam dalam kekaguman atas jawaban sang
guru itu. Ruang kelas semakin sepi dan hening. Sang guru pun
melanjutkan, dengan bertanya, “Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua
orang saling jatuh cinta?”
Kali ini para murid semakin antusias. Semua orang dalam kelas itu
berebut untuk menjawab. Serempak mereka menjawab, katanya, “Mereka yang
sedang jatuh cinta tidak saling berteriak. Mereka justru berbicara
secara sangat lembut. Bahkan meskipun halus dan pelan, keduanya masih
bisa saling mendengarkan.”
“Mengapa bisa begitu?” sang guru balik bertanya. Kali ini kelas
kembali hening . Para murid nampak berpikir tetapi tak seorang pun yang
ingin mencoba menjawab. Sang guru menjawab sendiri pertanyaannya,
katanya, “Karena kedua orang yang sedang jatuh cinta itu begitu dekat.
Tidak ada jarak di antara hati mereka. Bahkan begitu dekatnya hati
mereka sampai sepatah kata pun tak perlu diucapkan.”
Para murid tampak tersenyum, ada juga yang mengangguk-angguk
kepala. Mereka seperti sedang memahami apa yang dikatakan sang guru.
Nasihat sang guru, katanya, “”Ketika Anda sedang dilanda kemarahan,
janganlah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi kamu tidak mengucapkan
kata yang justru menciptakan jarak di antara kamu.”
Kali ini para murid mulai tersadar dan menangkap maksud guru
mereka. Ya, ketika sedang marah, lebih baik TIDAK mengucapkan kata-kata
yang yang justru memperlebar jarak di antara kita sambil menunggu waktu
yang tepat untuk mengatasi kemarahan. Meskipun saling marah, kedua orang
yang diam dapat merasakan kedekatan hati di antara mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar